METOLOGI STUDI HADIST
A.PENDAHULUAN
Hadis merupakan salah satu sumber hukum islam yang dijadikan landasan utama oleh pemeluk islam dalam menjalani kehidupan, selain Al –Qur’an tentunya sebagai sumber hukum islam pertama.Setiap persoalan yang muncul di lingkungan individu maupun masyarakat muslim harus merujuk pada sistem hukum yang ada pada kedua sumber hukum utama tersebut.
Hadis yang keberadaannya dibutuhkan sebagai sumber tasyri’yang kedua sesudah al-Qur’an, memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam upaya pemahaman ayat – ayat Al-Qur’an , terutama yang bersifat mujmal seperti halnya perintah salat didapati dalam Al-Qur’an tetapi tidak dijelaskan tentang tata cara melaksanakanya, banyak rakaatnya, serta rukun dan syarat – syaratnya. Melalui hadis hal tersebut dapat dijelaskan secara rinci, sehingga tidak menyulitkan bagi umat Muhammad untuk melaksanakannya.
Kedudukan hadis lainnya adalah sebagai pengukuh atau penguat hukum yang telah disebutkan Allah di dalam kitab suci al-Qur’an, sehingga Al-Qur’an dan hadis menjadi sumber hukum yang saling melengkapi dan menyempurnakan.
Secara historis, setelah wafatnya nabi Muhammad SAW, maka keperhatian terhadap hadis terus berkembang dari mulai periwayatan hadis secara lisan, sampai pemeliharaan terhadap hadis secara berkesinambungan, sebagai upaya untuk menghempang munculnya hadis –hadis palsu, sehingga keterbutuhan terhadap studi hadis tidak dapat dipungkiri umat Muhammad SAW
Dalam makalah ini, penulis berupaya memaparkan tentang studi hadis, yang pembahasannya meliputi pada pengertian hadis, berbagai istilah dalam hadis,unsur – unsur pokok hadis, perkembangan awal studi hadis, pendekatan utama dalam studi hadis,perkembangan modern dan kritik studi hadis dan referensi utama dalam studi hadis .
B.Pengertian dan Berbagai Istilah Dalam Studi Hadis
Untuk mendekatkan pemahaman terhadap studi hadis, maka ada beberapa pengertian dan istilah yang harus dipahami terlebih dahulu, antara lain:
1.Menurut Azami dalam Yuslem” hadis” secara bahasa ialah komunikasi, cerita, percakapan, baik dalam konteks agama atau duniawi, atau dalam konteks sejarah,atau peristiwa dan kajadian aktual . Hadis juga berarti al-jadid (sesuatu yang baru)yang lawan katanya al qadim (sesuatu yang lama).Selain itu ada yang mengartikan hadis dengan kata qarib (sesuatu yang dekat).Selain itu makna hadis adalah khabar(warta) yakni”ma yutahaddasu bihi wa yunqolu”yang maksudnya sesuatu yang dipercakapan dan dipindahkan dari seorang kepada seseorang
Sedangkan secara terminologi ahli hadis dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadis. Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah ;
اقوال ا لنبي صلي ا لله عليه و سلم و افعا له واحواله و قال الاخركل ما ا ثرعن ا لنبي صلي ا لله عليه و سلم من قول او فعل او تقرير
Artinya:
“Seluruh perkataan, perbuatan dan hal ihwal tentang nabi Muhammad SAW, sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi,baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya “ Sedangkan hadis menurut ahli ushul adalah
اقواله وافعا له وتقريرا ته التي تثبت الاحكا م و تقررها
Artinya:”Semua perkataan, perbuatan, dan taqrir nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum syar’i dan ketetapannya”
Pandangan yang berbeda tentang pengertian hadis dalam persfektif ahli hadis dan ahli ushul fiqih,kemudian memunculkan perbedaan dikalangan umat dalam mengimplementasikan keteladanan terhadap Rasulullah SAW,seperti anggapan tentang sebahagian umat yang mengatakan bahwa memakai sorban adalah sunnah Rasul,sementara yang lain menganggapnya sebagai tradisi dan budaya bangsa arab.
2.Sunnah
Sunnah menurut bahasa adalah jalan yang diikuti atau kebiasaan yang baik maupun buruk.Baik dan buruk itu ditentukan dengan cara penafsiran .Bentuk jamak dari sunnah adalah sunan. Hadis Abdullah ibn Amr’ menurut As-Syafi’i:
لتركبن سنة من كان قبلكم حلوها ومرها
Artinya :
“Kalian akan mengikuti sunnah orang sebelum kalian yang manis dan pahitnya” Sedangkan secara terminologi para ahli mendefinisikan sunnah sebagai berikut:
a. Menurut ulama ushul fiqih, sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi,
perkataan,perbuatandan ketetapan.
b. Menurut ulama hadis, sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan,sifat dan perilaku hidupnya.Dalam
perspektip inilah sunnah identik dengan hadis
c. Menurut ulama fiqih,sunnah adalah suatu hukum yang jelas dari nabi Muhammad
SAW yang tidak termasuk fardhu dan wajib
3.Khabar
Menurut al-Thahan dalam Yuslem”khabar”secara etimologis berarti al-Naba’; yaitu berita. Sedangkan pengertian khabar menurut istilah, terdapat tiga pendapat yaitu;
a.Khabar adalah sinonim dari hadis, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW dari perkataan,perbuatan, taqrir dan sifat.
b.Khabar berbeda dengan hadis. Hadis adalah sesuatu yang datang dari nabi SAW, sedangkan khabar adalah berita dari selain nabi SAW.
c.Khabar lebih umum dari pada hadis. Hadis adalah sesuatu yang yang datang dari nabi SAW, sedangkan khabar adalah yang datang dari nabi atau dari selain nabi SAW
4.Atsar
Atsar secara etimologis berarti baqiyyat al syay,yaitu sisa atau peninggalan sesuatu, Sedangkan pengertiannya secara terminologis terdapat perbedaan pendapat ulama.Jumhur ulama mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar.Sedangkan ulama Khurasan bahwa atsar ditujukan untuk al-mauquf,dan khabar ditujukan yang al-marfu’.
C.Unsur – Unsur Pokok Hadis
1.Sanad
Sanad menurut bahasa berarti mu’tamad,yaitu tempat besandar tempat berpegang yang dipercaya. Sedangkan menurut terminologi sanad adalah silsilah orang-orang(yang meriwayatkan hadis),yang menyampaikannya pada matan. Ada juga ulama yang mendefinisikan matan sebagai silsilah para perawi yang menukilkan hadis dari sumbernya yang pertama.
2.Matan
Matan menurut bahasa berarti “sesuatu yang menjorok keluar “atau” sesuatu yang nampak “ atau”sesuatu yang keras dan tingg(terangkat)dari bumi”. Dan menurut istilah matan berarti lafal-lafal hadis yang didalamnya mengandung makna. Dengan kata lain matan adalah materi hadis atau lafal hadis itu sendiri.
3.Rawi
Kata rawi atau al-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadis (naqil al-hadis).Defenisi lain mengatakan bahwa rawi adalah orang yang menerima hadis kemudian menghimpunnya dalam satu kitab tadwin. Dengan kata lain seorang rawi adalah mudawwin (yang membukukan hadis).
D.Perkembangan Awal Studi Hadis
Ketika ada usaha untuk menela’ah tentang awal perkembangan studi hadis, maka ada hal-hal yang tidak boleh diabaikan untuk dipahami seperti tentang perkembangan periwayatan hadis. Membicarakan hadis daklam proses historiografinya, maka hadis mengalami beberapa periode,dari periode keterpeliharaan dalam hapalan hingga periode dibukukannya hadis (pentadwinan).Mohammad Abd al-Azi al-Kulli merumuskan 5(lima )periode, sebagai berikut;
1.Periode keterpeliharaan hadis dalam hapalan (Hifzh al-sunnah fi al-shudur) pada Abad pertama hijriyah.
2.Periode pentadwinan hadis dengan fatwa sahabat dan tabi’in berlangsung selama Abad kedua hijriyah.
3.Periode pentadwinan dengan memisahkan hadis dari fatwa sahabat dan tabi’in Hal ini berlangsung sejak awal abad ketiga hijriyah.
4.Periode seleksi keshahihan hadis.
5.Periode pentadwinan hadis tahdzib dengan sistematika penggabungan dan penyarahan, berlangsung mulai abad keempat hijriyah.
Sementara Muhammad ‘Ajaj al-Khatib,membagi periode periwayatan hadis kedalam tiga periode,yaitu ; 1.Perode Qobla al-tadwin,yang dihitung sejak masa nabi SAW hingga tahun ke
100 hijriyah.
2.Periode ‘inda al-tadwin sejak tahun 101 hijriyah sampai akhir abad ke 3 hijriyah.
3.Periode ba’da al-tadwin yaitu sejak abad ke empat hijriyah hingga masa hadis
terkoleksi dalam kitab- kitab hadis.
Dari uraian ulama hadis tentang periodisasi penghimpunan hadis,maka dapat disimpulkanbahwa ternyata periodisasi penghimpunan hadis mengalami masa yang lebih panjang dibandingkan periodisasi penghimpunan al-Quran yang hanya 15 tahun saja.Sementara penghimpunan dan pengkodifikasian hadis memerlukan waktu sekitar 3 abad lebih.
Tentunya ada faktor – faktor yang mempengaruhi proses tadwin al-hadis hingga memakan waktu 3 abad lebih diantara adalah sebagai berikut ;
1.Adanya larangan kodifikasi hadis karena kekhawatiran tercampur aduknya
antara al Qur’an dengan hadis.
2.Kehati-hatian Khulafau al rasyidin dengan mewajibkan bagi yang akan
meriwayatkan hadis dengan mendatangkan saksi serta diambil sumpah.
3.Konflik dan tendensi politik Ali dan Muawiyahyang menyebabkan terjadinya
pembunuhan karakter.
E.Pendekatan Utama Dalam Studi Hadis
Dalam studi hadis ada beberapa pendekatan yang ditempu oleh para ahli hadis dalam rangka menjaga keshahihan hadis. Diantara upaya yang dilakukan adalah :
1.Melacak sanad (mata rantai )hadit Setelah nabi wafat, tidak ada keraguan para sahabat ketika mendengar berita dari sahabat yang lain, demikian juga para tabi’in tidak ragu menerima hadis. Keadaan berubah ketika ada upaya propokasi dari seorang yahudi yang bernama Abdullah Ibn Saba’dengan anjuran mempertuhankan Ali Ibn Abi Thalib.Disisi lain Ibn Saba’ juga memalsukan hadis. Pada saat itu para sahabat dan tabi’in mulai berhati- hati dalam mentransformasi hadis.Mereka akan menerima hadis apabila melalui jalur dan nara sumber yang mereka percayai (selektivitas) Dengan melacak jalur dan mata rantai suatu hadis, maka mereka bisa membedakan hadis shahih dengan hadis yang dipalsukan orang yang tidak bertanggung jawab.
2.Autentikasi Hadis
Praktek autentikasi hadis sebagai salah satu metode memelihara kebenaran hadis, bahkan sudah terjadi sejak jaman sahabat dan tabi’in.Orang yang menerima hadis, dapat mengkaji ulang kepada sahabat,tabi’in maupun para imam,terkhusus setelah terjadinya fitnah.Autentikasi tidak hanya terbatas pada isnad, bahkan mencakupi pemeriksaan terhadap materi hadis. Salah satu upaya yang dilakukan ulama dalam hal autentikasi hadis adalah dengan mengembangkan berbagai pengetahuan, menciptakan berbagai kaidah, menyusun berbagai istilah dan membuat penelitian sanad dan matan hadis.
3.Metode Kritik Perawi
Sebenarnya antara sanad dan rawi adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.Dan salah satu pendekatan yang dilakukan para ulama hadis untuk menganalisa otentisitas adalah dengan mengumpulkan secara sungguh-sungguh biografi para perawi hadis, kemudian menela’ahnya secara kritis kehidupan mereka tanpa mengenal rasa sungkan, segan dan khawatirakan resiko apapun. Mereka secara jujur memberikan penilaian yang objektip bagi setiap perawi,kelemahan dan kecacatan perawi tidak ada yang tertutupi. Dan dalam proses kritik perawi hadis dimulai dengan melakukan upaya pengelompokan perawi maqbul dan perawi mardud bedasarkan informasi dari sumber terpercaya tentang kehidupan pribadi perawi.
F.Perkembangan Modern dan Kritik Studi Hadis
Perlunya kajian ulang terhadap hadis adalah sebagai wujud optimalisasi proses dinamisasi pemikiran keagamaan islam sekarang.,seperti yang pernah mewarnai kehidupan para sahabat, tabi’un dan tabi’u al tabi’in. Namun karena al-kutub al sittah sebagai yang mewakili hadis sudah sangat terpatri sebagaimana terpatrinya al Qur’an dalam Mushaf Ustman.Maka tanpa disadari terjadilah apa yang disebut pembakuan dan pembekuan terhadap hadis. Komitmen ini tentu mengakibatkan terjadinya penghambatan terhadap pengembangan pemikiran hadis dan pemikiran keagamaan secara lebih luas lagi.
Era modernisasi, teknologi dan informasi yang begitu cepat,mengandaikan urgensitas kajian ulang terhadap proses pentadwinan hadis, tanpa perlu menghilangkan otentisitas spiritual islam yang bersumber dari Qur’an dan sunnah.
Sebenarnya konsep “shalihun likulli zaman wa makan”lebih menunjukan fleksibilitas dan elastisitas ajaran bukan ortodoksi yang ketat dan kaku.
Sikap kritis dan menela’ah proses perkembangan dan pertumbuhan hadis bukanlah bermaksud untuk melepaskan sendi- sendi keislaman, tetapi lebih memberi ruang dan gerak yang lebih fleksibel dan dinamis, serta memberi kesempatan berkembangnya islam dimasa yang akan datang. Kendatipun demikian, studi kritis tentang hadis di dunia pemikiran islam tersendat –sendat karena adanya kekhawatiran yang berlebihan dari umat akan divonis sebagai “inkar al-sunnah “.
Padahal inti persoalan adalah bagaimana menghubungkan ajaran dan normativitas
Qur’an dan sunnah.
Studi kritik hadis sebenarnya sudah dimulai oleh sarjana muslim yang pakar hadis atau al-muhadditsun.Kegiatan ini bertujuan untuk memveifikasi mata rantai isnad secara historis. Studi kritik hadis muncul akibat adanya kontroversi dan perbedaan pandangan antar kaum Sunni,Syiah,dan Khawarij dalam hal keabsahan hadis. Pengontrolan hadis dilakukan oleh kelompok –kelompok tersebut dianggap sebagai faktor yang mengkondisikan bagi keabsahan otoritas khilafah yang kemudian mendapat tentangan dari syi’ah dan khawarij.
Salah satu pendekatan ilmu yang dilakukan oleh para kritikus hadis adalah dengan metode jarh dan ta’dil dalam mengkritisi sanad. Dengan ilmu ini kemudian dapat dibedakan martabat sebuah hadis.Ilmu ini sangat berperan dalam memelihara hadis.
Jarh secara bahasa berarti luka atau aib. Sedangkan secara istilah adalah tersifatinya seorang rawi dengan sifat-sifat tercela seperti kadzab,su’al hifz,mukhtalath,ghairu ma’mun,dan lain –lain.
Ta’dil atau ‘adl secara bahasa adalah watak untuk menghindari dosa.
Sedangkan ta’dil secara istilah ialah tersifatinya seorang perawi yang mengarah pada diterimanya periwayatan. Maka secara kumulatif defenisi jarh dan ta’dil
adalah sebagai berikut ;
1.Jarh adalah suatu sifat dimana rawi dan persaksiannya dianggap jatuh dan batal
dalam pengamalannya.
2.Ta’dil adalah suatu sifat dimana rawi dan persaksiannya diterima.
Ilmu kritik ini dikembangkan dengan tujuan utamanya adalah :
1.Untuk mengetahui dengan pasti otentisitas suatu riwayat.
2.Untuk menetapkan validitasnya dalam rangka memantapkan suatu riwayat.
Budaya kritik hadis yang dibangun oleh para ulama merupakan wujud kesadaran sejarah yang kuat dikalangan umat islam. Dengan kesadaran inilah
kebenaaran sejarah akan mampu menepis setiap bentuk penyimpangan (bid’ah)
dari ajaran yang sebenarnya di masa yang akan datang. Sehingga kemurnian islam khususnya yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW akan tetap abadi hingga akhir zaman. Hal ini karena wacana kritik hadis yang diwariskan ulama, sesungguhnya amat menarik untuk dikaji lebih lanjut, terutama dalam rangka kritik hadis yang dilakukan oleh orientalis yang meragukan konsep hadis.
G.Referensi Utama Dalam Studi Hadis.
Ketika ulama mutakhirin, antara lain Al- Hazimi mulai termasyhur dikalangan masyarakat, maka mereka memepromosikan lima kitab induk hadis
(Al-Kutub Al Khamsah)sebagai referensi utama dalam mempelajari dan menela’ah hadis. Lima kitab yang dikategorikan sebaga Al-Ushulul Al Khamsah tersebut adalah, Shahih Al Bukhari,Shahih Muslim,Sunan Abu Daud,Jami’ Al Turmudzi dan sunan
Nasai. Kemudian diantara ulama mutaakhiran lainnya, yaitu Sunan Ibn Majah menjadi kitab pokok, sehingga sebutannya ditambah satu lagi menjadi kutubu al sittah.Diantara ulama yang yang menambahkan menjadi kutub al sittah adalah Abu Al Fadl Ibn Thahir Abdul ghani Al-Maqdisi, dan selanjutnya dipopulerkan Al-Mizi
Al –Khajraji dan Ibn Hajar Asqalani. Namun beberapa ulama yang meyakini bahwa Al-Muwaththa lebih layak menjadi kitab yang keenam.Namun Ibn Hajar Al-Asqalani tetap meyakini bahwa bahwa Sunan Ibn Majah sebagai Kitab pokok.
Dari kutub al-sittah tersebut, satu sama lain berbeda martabat.Secara bertingkat martabat kitab hadis tersebut ialah Shahih Al-Bukhari,Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Al-Turmudzi,Sunan Al- Nasa’i dan Sunan Ibn Majah.
Namun selain 6(enam )nama besar ulama hadis tersebut diatas, ada empat ulama besar lainnya yang berperan dalam pelestarian hadis,dari proses pengumpulan, penyeleksian hingga menghasilkan kumpulan hadis.Mereka itu adalah Umar Ibn Abdul Al-Aziz,Amarah Binti Abd al-Rahman dan Ahmad Ibn Hanbal.
Dalam sejarah perkembangan hadis, ulama yang pertama sekali berhasil menyusun ilmu hadis dalam satu disiplin ilmu secara lengkap adalah ulama Sunni yang bernama al –Qadi Abu Muhammad al –Hasan bin Abdurrahman bin Khalad al-Ramahurmuzi. Selain itu terdapat Al-Hakim Abu Abdillah an-Naisaburi dengan kitabnya Ma’rifah Ulum al Hadis.Disamping kitab- kitab klasik diatas, kitab kitab modern dapat dijadikan referensi dalam studi hadis diantaranya kitab Ulum al-Hadis wa Musthalah oleh Subhi as-Shalih,Muhammad Ajjaj al-Khatib dengan kitabnya Ushul al Hadis :Ulumuhu wa Musthalahuhu,Tadribal-rawi fi Syarah al Nawawi oleh Al-Suyuti dan lain lain.
H.Penutup
Hadis merupakan sumber hukum islam setelah al Qur’an.Hadis menjelaskan al Qur’an dari berbagai segi, menjelaskan ibadah dan hukum yang bersifat global dan menguraikan hukum – hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit didalam
Al-Qur’an.Dengan demikian hadis merupakan tuntutan praktis terhadap apa yang dibawa al-Qur’an.
Karena pentingnya hadis sebagai sumber hukum islam, maka sebuah keharusan bagi para ulama untuk lebih teliti dan hati-hati dalam mengutip hadis, serta terus melakukan kaji ulang terhadap matan dan sanad,denagn tidak mengurangi otentisitas hadis,tapi lebih mengedepankan upaya pemeliharaan hadis dari serangan hadis palsu dan kritik orientalis terhadap hadis yang tidak dilandasi oleh keimanan kepada Allah.
Perkembangan awal studi hadis, sangat dipengaruhi oleh hadis nabi yang melarang kodifikasi hadis,kekhawatiran bercampurnya hadis dengan al Qur’an serta tendensi politik dan kekhilafahan.
Pendekatan utama yang dilakukan oleh ulama hadis dalam studi hadis adalah dengan melacak sanad hadis,melakukan autentikasi hadis dan upaya kritik perawi, dengan mengelompokan perawi berdasarkan ahwal dan biografi perawi.
Ketika muncul hadis –hadis palsu dan tandingan studi hadis dari orientalis maka, ulama hadis mulai melakukan kritik hadis sebagai usaha untuk melakukan pemeliharaan hadis.Namun tetap saja perkembangan pemikiran islamberjalan tersendat-sendat karena khawatir akan dianggap sebagai inkar al-sunnah.Salah satu metode yang dikembangkan ulama untuk melakukan pemeliharaan hadis adalah dengan mengembangkan metode jarh dan ta’dil.
Kutub al-Sittah merupakan referensi utama dalam studi hadis klasik.Kitab –kitab tersebut adalah Shahih al Bukhari,Shahih Muslim, Sunan Abu Daud,Sunan Al Turmudzi,Sunan Al- Nasa’i dan Sunan Ibn Majah.Sedangkan referensi modern studi hadis antara lain Ulum Al Hadis Wa Musthalah,Ushul al Hadis Ulumuhu wa musthalahuhu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.Amin. Studi Agama :Normativitas atau Historisitas ?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Abdurrahman, M. dan Elan Sumarna. Metode Kritik Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Arkoun, Mohammed. Rethinking Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Ash Shiddiqie, TM Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Khaeruman, Badri. Otentisitas Hadis: Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2004.
Mudasir. Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka Setia, cet.5, 2010.
Nata, Abudin. Al-Qur’an dan Hadis: Dirasah Islamiyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet.3 1995.
Qordhawi, Yusuf. Pengantar Studi Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.
Ya’kub, Ali Musthafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. 2001.
ini dapet copas ^^ thanks for visit
Annyeonghigaseyong~